Desa
Bulu merupakan sebuah desa yang sudah ada sebelum kemerdekaan Indonesia tahun
1945. Desa ini berada di Kecamatan Banyuputih dan terletak diantara dua bukit,
yaitu Bukit Srandil dan Bukit Reca. Di sebelah timur, Desa Bulu dibatasi oleh
Kali Petung dan di sebelah barat, dibatasi oleh Kali Kijing.
Sebelum
mengalami pemekaran, Desa Bulu termasuk dalam wilayah Kecamatan Gringsing,
Kawedanan Subah dan Karisidenan Pekalongan dimana pada saat itu wilayah Desa
Bulu terdiri dari 5 (lima) pedukuhan, yaitu:
1)
Pedukuhan Wedar Kengkeng.
2)
Pedukuhan Mandalika.
3)
Pedukuhan Bubakan.
4)
Pedukuhan Bulu.
5)
Pedukuhan Jetis.
Pada awalnya Pedukuhan Wedar Kengkeng merupakan
sebuah hutan belantara yang angker. Menurut cerita Sato Moro Sato Mati Jalmo
Moro Jalmo Mati, karena begitu angkernya mengakibatkan tidakda orang yang
berani masuk ke dalam pedukuhan tersebut. Hingga suatu ketika datang seorang
pengembara yang berasal dari Banyuwangi, bernama Ki Ageng Bongkot. Beliau
singgah di desa tersebut. Ketika berada di Desa Wedar Kengkeng, Ki Ageng
Bongkot berhasil mengusir keangkeran yang ada di pedukuhan tersebut. Setelah
itu, Ki Ageng Bongkot mengubah tiga pedukuhan, yaitu Wedar Kengkeng, Mandalika,
dan Bubakan menjadi sebuah dukuh baru bernama Karangtalun. Setelah saat itu
Desa Bulu terdiri dari tiga pedukuhan, yaitu:Bulu, Jetis, dan Karangtalun.
Pada masa penjajahan Belanda, Desa Bulu merupakan
salah satu basis perjuangan rakyat Batang. Adapun markas para pejuang berada di
kediaman Bapak Kyai Ramali, yang sekarang berubah menjadi Masjid Sabillulhuda.
Selama perjalanannya, Desa Bulu telah berulangkali
mengalami pergantian kepala desa atau yang disebut lurah. Pada tahun 1912 –
1936, Desa Bulu dipimpin oleh seorang lurah bernama Ki Lurah Gering. Tahun
1937, lurah Desa Bulu diganti oleh lurah Kasbolah. Karena situasi yang tidak
kondusif, pada tahun 1941 lurah Kasbolah beserta keluarga mengungsi ke Gunung
Perahu. Hal ini mengakibatkan terjadinya kekosongan kepemimpinan dan hal itu
dimanfaatkan penjajah yang saat itu menduduki Desa Bulu dengan mengangkat Lurah
Rikomba, bernama Mbah Jahri sebagai lurah baru Desa Bulu. Pada masa
kepemimpinan Mbah Jahri, Desa Bulu benar – benar dikuasai oleh penjajah. Banyak
pemuda pergerakan yang ditangkap dan disiksa.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945, di saat situasi sudah aman, Mbah Lurah Kasbolah dan keluarga
kembali dari pengungsian dan mengambil alih jabatan Kepala Desa Bulu. Mbah
Lurah Kasbolah menjabat lurah Bulu hingga tahun 1973. setelah Mbah Lurah
Kasbolah, Mbah Sukro, selaku Carik Desa Bulu, menjadi Kepala Desa Bulu untuk
sementara waktu.
Pada tahun 1975, Desa Bulu untuk pertama kalinya
mengadakan pemilihan kepala desa. Pada saat itu, terdapat dua kandidat yang
mencalonkan diri, yaitu Mbah Sundar Kadus Karangtalun dan MbahSunaryoto Kadus
Jetis. Dalam pemilihan tersebut, Mbah Sunaryoto dengan tanda gambar lampu
memenangkan pemilihan Kepala Desa Bulu.
Mbah Sunaryoto menjabat Kepala Desa Bulu selama 13
tahun dan jabatannya berakhir setelah terbit perda Kabupaten Batang yang
menyatakan bahwa masa jabatan kepala desa maksimal 8 (delapan) tahun.
Setelah Mbah Sunaryoto, kepala desa selanjutnya
adalah Mbah Konawi. Mbah Konawi menjabat sebagai Kepala Desa Bulu selama 10
tahun hingga tahun 1998. Pada tahun lengsernya orde baru, Desa Bulu kembali
mengalami kekosongan. Pada saat itu, Rachono, Kadus Jetis, untuk sementara
waktu menjadi Kepala Desa Bulu.
Pada tahun 1998, Desa Bulu kembali mengadakan
pemilihan kepala desa dengan calon antara lain:
1)
Juremi (Kadus Bulu)
2)
Riyo
3)
Supari
Pada pemilihan tersebut, Supari dengan tanda gambar
ketela memenangkan pemilihan kepala desa dan berhasil menjadi Kepala Desa Bulu.
Supari menjabat kepala desa selama 8 (delapan) tahun dan berakhir pada tahun
2007. Setelah berakhirnya masa jabatan Supari, Desa Bulu kembali mengalami
kekosongan jabatan Kepala Desa. Untuk sementara waktu, diangkat pj kepala desa
yaitu Indun, Sekretaris Desa Bulu. Pada tahun 2007, Supari kembali menjadi
Kepala Desa Bulu.
Pada tanggal 22 November 2007 Desa Bulu yang dulunya
merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Gringsing bersama 4 desa sekitar
memutuskan untuk masuk dalam wilayah Kecamatan Banyuputih, yang pada waktu itu
memekarkan diri.
Pada tanggal 8 September 2013 tepatnya hari minggu
kliwon, dilaksanakan pilkades Desa Bulu periode 2013 – 2019. Pada pilkades
tersebut, Ibu Rujiah dengan tanda Gambar Ketela memenangkan pilkades dan
menjadi Kepala Desa Bulu periode 2013 – 2019.
Itulah sepenggal cerita terkait Desa Bulu
berdasarkan beberapa narasumber yang
berupa tokoh – tokoh masyarakat.